Dari Rumah ke Dunia Digital: Ibu Rumah Tangga juga bisa Sukses!

Dari Rumah ke Dunia Digital: Ibu Rumah Tangga juga bisa Sukses!

Gak harus menjadi yang paling pintar, tapi paling tahan untuk terus jalan. Itulah mental pejuang remote workerQuotes yang diberikan oleh Helen pada pagi itu

Siapa bilang karier cemerlang cuma bisa dicapai dari gedung perkantoran? Di era digital seperti sekarang, ibu rumah tangga, mahasiswa, hingga pekerja professional pun bisa memiliki karier alternatif–semua cukup dari rumah, asalkan punya perangkat dan strategi.

Melalui acara komunitas Remote Worker Pontianak, dua perempuan inspiratif, Ledy dan Helen, berbagi cerita dan strategi nyata untuk meraih karier digital, membangun personal branding, hingga menjelaskan bagaimana pengalaman bekerja remote dengan client di beberapa negara. Gak cuma motivasi, tapi juga soal teknis dan langkah nyatanya. Let’s break it down!

Komunitas: Tempat Bertumbuh, Bukan Sekedar Nongkrong

Acara ini dibuka oleh Surya Mahardika, Founder Remote Worker Pontianak, memperkenalkan kepada peserta meetup bahwa komunitas ini sebagai wadah untuk belajar, kolaborasi dan berbagi pengalaman tentang dunia kerja digital.

| Komunitas ini bukan cuma tempat cari teman, tapi ruang untuk menyusun ulang hidup–buat kamu yang ingin mulai kerja dari rumah, nambah cuan sampingan atau ingin punya karier yang lebih fleksibel

Remote Worker sendiri adalah istilah untuk pekerja yang bekerla dari luar kantor, seperti di rumah, kafe, atau bahkan lokasi lain di luar kota atau negara. Fleksibilitas inilah yang membuat banyak orang kini mulai beralih ke sistem kerja jarak jauh.

Karena satu hal yang pasti: komunitas Remote Worker percaya bahwa everyone has their own digital path–tinggal bagaimana kita mau mengulik potensi diri dan bergerak menuju arah yang kita pilih sendiri.

🌟Ledy: Personal Branding itu Serius, tapi Bisa Dimulai dari Hal yang Kamu Suka

Ledy adalah seorang ibu sekaligus Founder ONEderland.idn (komunitas edukasi anak dan orang tua) dan EnglishClub.idn, adalah bukti nyata bahwa passion, personal branding dan konsistensi bisa melahirkan dampak besar.

Ledy berhasil membuktikan bahwa passion dan purpose bisa berjalan seiring. Dengan lebih dari 300+ brand yang sudah mengajak kerja sama, dia membangun personal branding dari hal yang paling sederhana: mengenali apa yang dimiliki dan apa yang ingin dibagikan.

| No one will follow you if you don’t know where you’re going – Jack Trout.

Dari situ, Ledy memetakan strategi personal branding yang dia terapkan selama ini:

  1. Kenali siapa kamu

Misalnya, kamu seorang:

  • Altruist: Fokus membantu orang lain melalui aksi nyata seperti charity atau campaign sosial.
  • Careerist: Fokus pada pencapaian profesional dan dikenal ahli di bidang tertentu.
  • Boomerang: Suka memicu diskusi atau kontroversi lewat konten provokatif.
  • Connector: Gemar membangun jejaring dan komunitas.
  • Hipster: Gabungan altruist dan careerist, tapi tetap menjaga keunikan dan gaya pribadi.
  • Selective: Menargetkan audiens spesifik dengan konten yang relevan dan fokus.
  1. Tentukan tujuan dan target audiens

Misalnya, Ledy menargetkan ibu-ibu dan perempuan sebagai audiens utama.

  1. Buat roadmap

Seperti content calendar, tapi lebih visioner. Buat rencana jangka pendek dan jangka panjang sesuai tujuan kamu.

  1. Bangun skill dan karakter khas

Konsistensi akan membuat akunmu menjadi top-of-mind untuk audiens di niche tertentu. Ledy juga membahas fitur-fitur penting di Instagram untuk membangun citra digital:

  • Bio yang jelas – siapa kamu, apa yang kamu lakukan
  • Pinned post – konten unggulan yang mewakili value
  • Highlight & Stories – storytelling berkelanjutan
  • Hashtag dan tools Insight – untuk analisis performa konten

🧳 Helen: Resign dari Kantor, Kini Jadi Remote Worker dengan Klien dari Dubai, London, dan Indonesia

Helen punya cerita berbeda. Setelah resign dari pekerjaan kantoran, ia memilih tetap berkarya dari rumah dan kini menjadi Virtual Assistant (VA) untuk klien internasional.

📌 Virtual Assistant (VA) adalah profesi yang memberikan jasa dukungan administratif, teknis, atau kreatif kepada klien jarak jauh, biasanya berbasis proyek atau jam kerja. Contohnya seperti data entry, manajemen email, research, customer support, sampai social media management

Pekerjaan Helen berfokus pada membantu bisnis para Muslimah Female Coach, mulai dari: Data Entry, Content planning, Social media management, Online course management, dsb.

Dalam bekerja secara remote, Helen juga mengatakan bahwa harus sabar dan konsisten, tahu skill apa yang kita miliki dan Bangun portofolio meskipun kamu belum punya pengalaman.

“Bikin aja mockup project sendiri. Misal, analisis akun Instagram brand A, lalu buat laporan kekuatan dan kelemahannya. Upload ke Google Drive. Boom—itu udah jadi portfolio!” – Helen.

Helen juga berbagi tips

  • Perbaiki profile Upwork: headline, deskripsi, portfolio
  • Gunakan second account untuk approach klien
  • Tawarkan free trial 3 hari aga calon client bisa lihat kualitas kerja kita.
  • Lakukan warm up dulu sebelum pitching: follow dulu, engage, baru kenalkan diri
  • Bangun portfolio yang jelas (bisa pakai Google Drive, Spreadsheet, dsb)
  • Kenali waktu produktif pribadi dan jaga konsistensi kerja

Dan yang paling menarik: kerja remote itu fleksibel, tapi tetap butuh manajemen waktu, batasan yang jelas, dan support system. Helen bahkan sempat berbagi kisah betapa pentingnya pasangan yang satu visi saat bekerja dari rumah.

Suara Peserta: Ide, Tantangan dan Harapan

Diskusi ini juga membuka ruang bagi peserta untuk merefleksikan diri dan bertanya

  • Uti, seorang pegiat statistik, ingin membangun jasa konsultasi untuk mahasiswa yang kesulitan dalam penelitian—bukan joki, tapi jadi teman belajar.
  • Herman, mahasiswa hukum Universitas Terbuka, punya cita-cita bikin konten hukum seperti Hukumonline, namun lebih praktis dan mudah dipahami.
  • Ocha, masih pemula tapi tertarik jadi Virtual Assistant.

Q&A: Gak Ada yang Terlambat untuk Mulai

Sesi Q&A membuka diskusi yang relatable banget, dari masalah niche personal branding yang masih bingung, sampai cara handle banyak proyek remote tanpa burnout.

Beberapa highlight:

  • Q: Kalau belum memiliki pengalaman kerja jadi VA dan ingin bangun portfolio, bagaimana caranya?

A: Solusinya: bikin mockup project, simulasikan hasil kerja, dan sajikan dalam bentuk Google Drive portfolio.

  • Q: Sering mengalami struggle dalam handle banyak project karena ada distraksi dari lingkungan sekitar, bagaimana cara mengelola waktunya agar kita dapat deliver best results?

A: Kenali jam produktif, buat prioritas harian, cari space kerja yang nyaman.

  • Q: Ingin membangun branding untuk akun lembaga. Apakah beda cara personal branding untuk akun sendiri atau sebuah lembaga?

A: Tetap bisa dilakukan personal branding, karena prinsip branding itu fokus, konsisten, dan solutif—bedanya hanya di eksekusi.

  • Q: Bagaimana cara membangun brand saat isi account Instagram masih random?

A: Mulai dari yang ada (akun pribadi pun bisa), Bangun dulu value yang mau dibagikan dan tidak harus langsung fokus ke 1 niche, tapi harus solutif.

  • Q: Saat ini sudah fulltime job namun merasa masih punya energi lebih untuk mencari kesibukan di malam hari. Apakah remote job itu harus standby atau bisa selesai per-project?

A: Banyak yang per-project jadi sesuaikan dengan kemampuan kita

Key Takeaways

  • Virtual Assistant dan Content Creator memberikan peluang besar, terutama bagi perempuan yang ingin tetap produktif dari rumah.
  • Penting punya visi yang jelas, skill yang bisa ditawarkan dan keberanian membangun personal brand secara otentik.
  • Support system dan komunitas sangat membantu dalam perjalanan karier.
  • Jangan takut mulai meski belum siap. Mulai dari yang ada, lalu berkembang seiring waktu.

Disusun oleh: Yanti Novita

Remote Worker Pontianak